Total Tayangan Halaman

Sabtu, 13 Agustus 2011

David hume; the british empiric


Pendahuluan.
Membaca filsafat, secara tidak langsung menenggelamkan diri kita dalam berdebatan dan dialektika pemikiran manusia. Berfilsafat berati, mempertanyakan dan mengkritisi setiap pendapat dan perkataan yan ada. Ketika seorang berani berbicara,menulis dan berfikir, maka ia harus siap untuk mempertanggungjawabkannya dengan argumentasi dan postulat yang benar  dan  perlu untuk diuji kebenarannya agar bisa diterima secara rasional dan logis. Filsafat juga bisa disebut seni kritik, artinya filsafat tidak pernah puas, tidak pernah diam, tidak  menganngap setiap masalah sudah selesai, dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap puturan tesis-antitesis dan antitesisnya antithesis. Dalam bahasa lain mbah Magniz mengatakan bahwa “ filsasat bagaikan anjing yang tidak membiarkan system-sistem normative yang sudah mapan menjadi tempat istirahat bagi keperntingan-kepentingan ideologis. Filsafat mengonggong, menganggu dan menginggit.”

Rabu, 10 Agustus 2011

Fiqih Pergerakan … Fiqih tekstualis …



                Sebagian Penulis dan Reformis pergerakan Islam mengabaikan maslah penting --- paling tidak menurut pendapat kami --- yaitu penggunaan istilah Fiqih yang disebut dengan fiqih perjuangan, atau Fiqih pergerakan, yang dimaksud adalah Fiqih lapangan yang dihasilakan atas dasar eksperimen dan jerih payah sebagaimana terinspirasi dari firman Allah swt. :
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة 122)
Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agara mereka dapat menjaga dirinya.
Adajuga Fiqih Produk pemikiran yang jauh dari jerih payah, yang tak lebih dari sekedar angan-angan belaka, yang tak ada nilai ilmiyahnya, Fiqih tersebut kunamakan dengan Fiqih tekstualis.Apa pendapatmu mengenai masalah ini? Batasan-batasan apa saja yang membedakan antara Fiqih pergerakan (kontekstualis) dengan Fiqih tekstualis? Apakah pembedaan ini sesuatu yang mendasar?

Selasa, 09 Agustus 2011

METODOLOGI KOMPROMISTIK AS-SYA'RANI: Interpretasi Untuk Kontroversi Para Ahli Fikih


METODOLOGI KOMPROMISTIK AS-SYA'RANI:
Interpretasi Untuk Kontroversi Para Ahli Fikih



Sifat komprehensif (as-syumul) dan perfektif (al-kamal) yang dimiliki oleh syariat Islam adalah sebuah hal yang aksiomatis (al-Musallamaat). Seperti diketahui, bahwa syariat Islam menjangkau segala sisi kehidupan manusia, dari mulai i’tiqad, akhlak, maupun mu’amalah (interaksi sosial).Fuqaha kontemporer membagi mu’amalat menjadi tujuh macam : ahwal syakhsiyah, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum tata Negara, hukum Internasional, hukum Ekonomi.Begitu juga diketahui bahwa secara global, syariat Islam telah menjelaskan solusi dan hukum segala perkara di dunia ini, untuk dijadikan pedoman umat manusia dalam menjalani kehidupannya. "Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab" (QS. al-An'am [6]: 38).
            Uraian di atas memang sudah populer di kalangan umat Islam. Namun apakah umat Islam meyakininya secara logis? Atau hanya sebatas 'warisan' ideologis?. Lalu, jika memang syariat Islam telah perfek, mengapa masih ada kontroversi antara para ulama (baca: Ahli Fikih)? Nah, untuk menjawab hal tersebut serta menambah keyakinan umat Islam akan uraian di atas, baik secara logis maupun ideologis, datanglah as-Sya'rani --ilmuan Islam abad 10 H.— dengan karyanya al-Mizan al-Kubra. Menurut as-Sya'rani, syariat Islam adalah syariat yang santun, luas dan komprehensif, memuat seluruh pendapat ahli Fikih. Oleh karena itu, seluruh ahli fikih berada pada jalan yang benar[1]. Artinya tidak ada yang salah, walau ada kontroversi pendapat antara mereka. Syariat Islam tetap satu, tidak terpecah belah dengan kontroversi antara para ulama/ahli fikihnya.
            Dalam hal ini, as-Sya'rani berusaha melakukan interpretasi (Ta'wil) atas kontroversi pendapat yang terjadi di kalangan ulama/ahli fikih dengan metodologi kompromistiknya.

As-Sya'rani: Sebuah Introduksi
            Menurut riwayat yang paling terpercaya, As-Sya'rani dilahirkan pada tanggal 27 Ramadhan tahun 898 H. di desa Qalqashandah di Mesir. Setelah 40 hari dari kelahirannya, ia dibawa ke desa ayahnya. Kemudian ia dijuluki As-Sya'rani, sebagai penisbatan pada desa ayahnya tersebut. Nama lengkapnya adalah: Abul Mawahib Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali as-Sya'rani. Dalam hal keturunan, ia patut berbangga diri. Sebab ia adalah keturunan dari Ibn al-Hanafiah, seorang anak dari khalifah Ali bin Abi Thalib[2]. Berikut ini beberapa keterangan tentang as-Sya'rani:

Imam Wanita dalam Shalat


Salam sejahtera untuk kawan-kawan semua, semoga selalu berada dalam naunagan Allah swt. Dalam kesempatan kali ini, saya akan sedikit mengupas mengenai Imam perempuan dalam sholat yang makmumnya laki-laki.Berawal dari pertanyaan seorang teman, Kang Syamsuddin penjaga Maqbarah, mengenai pertanyaan diatas  yang membingungkan pikirannya ketika ada seorang teman yang lain “memberi  fatwa” bolehnya perempuan menjadi Imam laki-laki, yang katanya keterangan itu ada di dalam khazanah turats, saya teringat seorang Doktor Amerika , Amina Wadud, asisten professor studi Islam Virginia Commonwealth University, mengegerkan dunia Islam seluruh dunia dengan keberadaanya sebagai Imam shalat Jum’at di sebuah gereja di New York Amerika, 18 Maret 2005, di mana para makmumnya terdiri dari kaum lelaki dan perempuan (lihat : Majalah GATRA, No. 21 Jakarta 9 April 2005, hal 25.).Memang ada pendapat yang menyatakan di perbolehkannya imam perempuan bagi laki-laki, dalam hadits yang diriwayatkan Ummu Waraqah binti Naufal al-Anshariyah, akan tetapi  Apakah pendapat Abu tsaur, al-Muzani, al-Thabari yang dikutip oleh Muhammad ibn Isma’il ibn Shalah, muallif subul al-salam, dapat dipertanggung jawabkan?.Mari kita tengok beberapa komentar-komentar Ulama mengenai hal ini.  
Hadits Ummu Waraqah yang akan kita bahas ini memiliki latar belakang tersendiri, yang dalam disiplin ilmu Hadits disebut dengan sabab wurud al-hadits.Sebagai berikut hadits tersebut :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُمَيْعٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي جَدَّتِي وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ خَلَّادٍ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَوْفَلٍ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا غَزَا بَدْرًا قَالَتْ قُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِي الْغَزْوِ مَعَكَ أُمَرِّضُ مَرْضَاكُمْ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي شَهَادَةً قَالَ قَرِّي فِي بَيْتِكِ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَرْزُقُكِ الشَّهَادَةَ قَالَ فَكَانَتْ تُسَمَّى الشَّهِيدَةُ قَالَ وَكَانَتْ قَدْ قَرَأَتْ الْقُرْآنَ فَاسْتَأْذَنَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَتَّخِذَ فِي دَارِهَا مُؤَذِّنًا فَأَذِنَ لَهَا قَالَ وَكَانَتْ قَدْ دَبَّرَتْ غُلَامًا لَهَا وَجَارِيَةً فَقَامَا إِلَيْهَا بِاللَّيْلِ فَغَمَّاهَا بِقَطِيفَةٍ لَهَا حَتَّى مَاتَتْ وَذَهَبَا فَأَصْبَحَ عُمَرُ فَقَامَ فِي النَّاسِ فَقَالَ مَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْ هَذَيْنِ عِلْمٌ أَوْ مَنْ رَآهُمَا فَلْيَجِئْ بِهِمَا فَأَمَرَ بِهِمَا فَصُلِبَا فَكَانَا أَوَّلَ مَصْلُوبٍ بِالْمَدِينَةِ

(كتاب الصلاة , (٦٢) باب إمامة النساء , حديث ٥٩١, سنن أبي داود, صحيفة ٢٨٣, المجلد الاول, مطبعة دار الحديث القاهرة  ١٩٩٩م _ ١٤٢٠ه)

“Dari Ummu Waraqah binti naufal, bahwa ketika Nabi saw. berperang di Badar (2 Hijriyah), ia berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah saya untuk berperang bersama anda.Saya akan merawat orang-orang yang luka dari prajurit Anda.Mudah-mudahan Allah swt. menganugerahi saya mati syahid.” Nabi saw. menjawab, “Diamlah saja dirumahmu, karena Allah swt. akan memberi kamu pahala sebagai syahid.”