Total Tayangan Halaman

Sabtu, 26 November 2011

Kritik Atas Bid’ahnya Berdoa dengan Mengangkat Tangan


Oleh: Ibnu Harish
Dewasa ini  praktek gemar membid’ahkan amalan personal maupun komunal mulai meronrongi masyarakat kita. Tak ayal setiap ibadah yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka terhadap Hadis kerap dianggap sebagai bid’ah. Konotasinya, orang yang mengerjakannya sudah pasti masuk neraka. Hal ini sesuai dengan hadis, “Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap (orang) yang melakukan kesesatan akan masuk neraka” ( HR. Muslim, Thabrani, Dan yang lain).

Praktek berdoa dengan mengangkat tangan diluar shalat,termasuk salah satu amalan yang dibid’ahkan oleh sebagian kelompok. Salah satu hadits yang digunakan untuk mengukuhkan pendapat mereka adalah hadits yang diriwayatkan Anas ibn Malik, Rasulullah SAW. tidak pernah mengangkat kedua tangannya dalam ibadah apapun, kecuali ketika dalam (khutbah) istisqo’, sehingga Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya."                    ( HR.Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud, NasÂi, Baghowi, Dar Quthni, Ibn Khuzaimah ) .Yang mereka pahami atas Hadits ini adalah Nabi tidak mengangkat tangannya dalam berdo’a kecuali dalam (khutbah) istisqô’, selain do’a istisqo’ tidak di perbolehkan mengangkat tangan dalam berdo’a atau bid’ah.

Menurut penulis pendapat yang langsung menyetir hadis di atas sebagai hukum bid’ahnya mengangkat tangan merupakan kesalahan besar. Mengapa?,,,,pertama,, Dalam ilmu ushul fiqih, ada dua pendekatan (approach) yang penulis kira bisa digunakan untuk memahami hadits diatas, yaitu muthlaq dan Muqayyad serta ‘Aam dan Khash, kata dalam ibadah apapun ( fî syain) adalah kata ‘Âm yang di takhsis (takhsis muttashil) dengan illa (huruf ististna’), jadi ma’na sementara hadits menurut analisis Âm yang di takhsis adalah Nabi mengangkat tangan dalam do’a (khutbah) istisqo’ .Analisis selanjutnya bahwa pemahaman sementara hadits atas analisis pertama tersebut masih mutkak yang kemudian di taqyÎd dengan kalimat selanjutnya, yaitu  Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya .Makna utuh hadits diatas adalah Nabi Saw mengangkat tangan dalam do’a (khutbah) istisqô’ sehingga putih ketiaknya terlihat (maksudnya adalah Nabi mengangkat tangannya begitu tinggi, sehingga warna putih ketiaknya terlihat). 

kedua, Dalam memahami Hadist di perlukan pemahaman komperhensif, karena antara satu Hadits dengan hadits lain saling menafsirkan.Hadits mengenai Nabi mengangkat tangan dalam berdo’a di riwayatkan oleh banyak sahabat, walaupun konteksnya berbeda-beda.Bahkan Hadits ini dikategorikan sebagai Hadits mutawatir maknawi. menurut Mahmud Thohan, Kurang lebih sekitar seratus hadits menuturkan bahwa Nabi mengangkat tangan dalam berdo’a (Mahmud Thahan, taisir mushtalah al-Hadits, Beirut : Dar al-Fikr, hlm 20 ) .Untuk lebih memeprkuat statement Mahmud Thahan, Al-Kattani, dalam karyanya nadzmu al-Mutanatsir, (Beirut : Dar al-kutub al-‘ilmiyah, hlm 113 ) buku khusus mengenai Hadits-hadits mutawatir, mencantumkan Hadits terkait kedalam karyanya.Karena Hadits tersebut Mutawatir, maka tidak di ragukan lagi untuk di jadikan dalil atas istinbath hukum agama. 

Ketiga, Kecaman langsung yang di layangkan oleh Abu Ishaq Syairozi (w.786) pada orang-orang yang membatasi mengangkat tangan dalam berdo’a pada istisqo’ saja ( Syairozi, al-Majmu’ Syarah Majmu’, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Vol 4, hlm 501).Syairozi menyebutkan beberapa hadits yang menguatkan statementnya tersebut, ada sekitar tiga puluh hadits yang ia resume.
Salah satu dari beberapa hadits yang ia resume itu diantaranya Hadits yang di riwayatkan oleh ‘Umar ibn Khattab : dia berkata, "Saat terjadi perang Badr, Rasulullah Saw melihat pasukan orang-orang Musyrik berjumlah seribu pasukan, sedangkan  para sahabat beliau hanya berjumlah tiga ratus Sembilan belas orang. Kemudian Nabi Allah Saw menghadapkan wajahnya ke arah kiblat sambil menengadahkan tangannya, beliau berdo'a: "Allahumma Anjiz Lii Maa Wa'adtani, Allahumma Aati Maa Wa'adtani, Allahumma In Tukhlik Haadzihil 'Ishaabah Min Ahlil Islam La Tu'bad Fil Ardli (Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mua di muka bumi ini).' Demikianlah, beliau senantiasa berdo'a kepada Tuhannya dengan mengangkat tangannya sambil menghadap ke kiblat, sehingga selendang beliau terlepas dari bahunya.   ( H.R.Muslim).
Abu Musa al’Asy’ari juga meriwayatkan hadits terkait mengenai mengangkat tangan dalam berdo’a, yaitu ketika ia dan Abu ‘Amir, pamannya, di utus perang oleh Rasulullah Saw ke medan perang. Pada suatu ketika Abu Amir terkena panah yang tepat mengenai lututnya, yang kemudian menyebabkan ia wafat.Sebelum wafatnya, ia berpesan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang juga kemenakannya, “Hai kemenakanku, pergilah kamu kepada Rasulullah Saw dan sampaikan salamku kepada beliau serta katakan kepada beliau; 'Abu Amir berpesan agar engkau mendoakannya’.” Setelah kembali ke Madinah, Abu Musa pun langsung menemui Rasulullah Saw di rumahnya. Pada saat itu beliau sedang berada di atas tempat tidur yang beralas tanah dengan dilapisi tikar, sementara butir-butir pasir dan debu menempel di punggung dan lambung beliau. Kemudian saya memberitahukan kepada beliau tentang berita pasukan kaum muslimin dan berita Abu Amir. Lalu Abu Musa berkata; 'Abu Amir berpesan agar Rasuluhlah bersedia mendoakan dirinya.' Lalu Rasulullah Saw  minta air dan langsung berwudlu. Setelah itu beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdoa: 'Ya AlIah, ampunilah Ubaid dan Abu Amir! ' (saya melihat putih ketiak Rasulullah ketika mengangkat tangannya) ( HR. Bukhori Muslim).

Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits terkait mengenai hal ini.seperti penulis kutip di atas bahwa hadits mengenai hal ini mencapai bilangan yang tidak sedikit, sekitar seratus-an dan perawinya mencapai bilangan mutawtir. dua hadits ini, penulis kira cukup untuk menepis pemahaman sebagian orang yang keliru atas memahami hadits terkait ini.Bisa disimpulkan bahwa mengangkat tangan dalam berdo’a itu hukumnya sunnah, baik di dalam sholat ataupun di luar sholat.Dan sunnah mengangkat tangan tersebut seukuran sejajarnya tangan dengan pundak, kecuali  dalam do’a  khutbah istisqo’, disunahkan mengangkat tangan lebih tinggi dari do’a biasa.
Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar